Jakarta, reporter.com -- Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan menyinggung soal kelompok 'Polisi Cinta Sunah' terkait kasus terorisme yang diduga melibatkan anggota Polri di Lampung.
Diketahui, Densus 88 Antiteror Polri menangkap dua anggota Polda Lampung karena diduga memasok amunisi senjata api ke kelompok teroris.
Ken mengatakan penangkapan ini membuktikan bahwa ada upaya infiltrasi kelompok teroris ke tubuh aparat. Tujuannya, agar mereka memiliki akses persenjataan.
Ken menduga dua anggota Polda Lampung itu sudah bergabung di kelompok 'Polisi Cinta Sunah' jaringan Salafi Wahabi yang melakukan infiltrasi ke dalam tubuh aparat.
"Saat ini, muncul fenomena unik di internal kepolisian dengan istilah Polisi Cinta sunah yang juga merupakan salah satu cara infiltrasi paham Salafi Wahabi ke tubuh kepolisian," kata Ken Setiawan , Rabu (16/11).
Ken menyebut banyak polisi yang terpapar radikalisme karena belajar dengan guru yang salah. Menurutnya, mereka juga keliru mengundang penceramah dan mengikuti tokoh-tokoh Salafi Wahabi.
Ken berpendapat bahwa fenomena 'Polisi Cinta Sunah' adalah benalu atau parasit di tubuh kepolisian. Mereka kelihatan rajin ibadah dan jargon memurnikan tauhid serta kembali kepada Alquran dan sunah.
Buntutnya, banyak polisi yang tiba-tiba menyalahkan dan membid'ahkan masyarakat karena berbeda paham. Bahkan, sampai mengkafirkan orang lain yang tidak sepaham dan akhirnya pada mengundurkan diri karena menjadi polisi dianggap bertentangan dengan hati nurani.
"Jumlah pengikut media sosial Polisi Cinta sunah yang sekarang berganti nama menjadi Pembelajar Cinta sunah mencapai sekitar 170 ribu orang" ujar Ken.
Disampaikan Ken, foto-foto anggota polisi bercelana cingkrang dan berjenggot yang awalnya menghiasi laman medsos (Instagram), kini sudah banyak dihapus diganti dengan konten hadist dan ayat-ayat kitab suci.
Ia pun khawatir jika fenomena Polisi Cinta Sunah tak dianggap sebagai ancaman, maka bukan tak mungkin kasus yang ada di Polda Lampung juga bakal terjadi di wilayah lain.
Karenanya, Ken menilai mesti ada antisipasi yang dilakukan oleh Polri terkait penyusupan gerakan radikalisme ini. Selain itu, perlu ada ketegasan dari pimpinan Polri untuk melakukan pembinaan personel di lapangan, agar tak terpapar paham terorisme.
Ken turut menyebut bahwa Polri harus melakukan skrining ke personel lainnya untuk mendeteksi secara dini apakah masih ada oknum polisi terlibat jaringan terorisme sehingga tidak mencederai dan merusak kepolisian.
"Pimpinan di tingkat Polri harus segera mengevaluasi, paling tidak ada pembinaan bagaimana seorang aparat bermasyarakat. Paling utama, yakni pembinaan tentang mental dan ideologi," ujarnya.
Ken juga mengungkapkan ada berbagai latar belakang yang menyebabkan anggota kepolisian terpapar terorisme, misalnya faktor pertemanan sampai belajar dengan guru yang salah.
Lebih lanjut, Ken pun menduga bahwa dua oknum anggota polisi Polda Lampung dikabarkan ditangkap Densus 88, diduga merupakan jaringan lama.
"Tidaklah mungkin dia (oknum polisi) ini, menyerahkan amunisi ataupun senjata api begitu saja dengan orang yang tidak jelas. Paling tidak, dia sudah berafiliasi secara pemikiran lewat pertemanan dan adanya unsur kepercayaan," tutur Ken.
Sampai saat ini, belum mendapatkan pernyataan dari Densus 88, maupun BNPT terkait dugaan infiltrasi di tubuh aparat lewat grup cinta sunah itu.
(hum.aw)
Social Header