Jakarta, reporter.com - Terdakwa kasus obstruction of justice perkara pembunuhan Baiquni Wibowo menyampaikan duplik yang dibacakan oleh tim pengacaranya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (8/2/2023). Dalam dupliknya, Baiquni membeberkan penolakan terhadap perintah Ferdy Sambo.
Pengacara Baiquni, Marcella Susanto mengatakan, Baiquni Wibowo dalam replik Jaksa disamakan dengan kondisi dan situasi Ricky Rizal Wibowo tentang cara menolak perintah atasan. Namun menurut Marcella, ada dua hal esensial yang membedakan situasi dan kondisi terdakwa Baiquni dan Ricky Rizal.
"Mengenai perintah atasan tidak langsung, terdakwa Baiquni tidak pernah menerima perintah secara langsung dari Ferdy Sambo, melainkan selalu melalui saksi Chuck Putranto dan saksi Arif (Arif Rachman Arifin). Sedangkan Ricky Rizal menerima perintah langsung dari Ferdy Sambo," kata Marcella membacakan dupliknya di persidangan, Rabu (8/2/2023).
Menurutnya, saat menerima perintah dari Chuck, Baiquni berpikir bahwa itu adalah instruksi yang sah. Baiquni yang saat itu menjabat Kasubbag Riksa Bag Gak Etika Rowabprof Divisi Propam Polri juga tidak tahu DVR itu merupakan barang bukti serta apakah boleh atau tidak langsung diakses. Pasalnya, Chuck Putranto yang waktu itu menjabat Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri langsung memberikan DVR tanpa memberikan penjelasan kepada Baiquni Wibowo.
"Bahwa terdakwa Baiquni Wibowo saat menerima perintah dari Ferdy Sambo merupakan perintah terusan dari Arif Rachman, terdakwa sudah memberikan inisiatif untuk melakukan back-up data isi rekaman, hal ini wujud dari cara menolak perintah atasan, cara menolak perintah atasan bisa berbeda-beda, tergantung situasi dan kondisi," katanya.
Untuk diketahui, Polri menetapkan 7 tersangka dalam kasus obstruction of justice perkara pembunuhan Brigadir J. Mereka adalah Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Irfan Widyanto, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Arif Rachman Arifin.
Ferdy Sambo sebagai otak di balik tewasnya Brigadir J kemudian membuat skenario atas peristiwa yang terjadi pada 8 Juli 2022 di rumah dinasnya Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Sambo yang waktu itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri lalu memerintahkan untuk menghalangi penyidikan.
Hendra Kurniawan yang saat itu menjabat sebagai Karo Paminal Propam Brigjen Hendra Kurniawan membantu Ferdy Sambo. Ia memerintahkan memerintahkan Agus Nurpatria untuk mengambil CCTV yang penting pada 9 Juli 2022 di Kompleks Polri Duren Tiga. Ia juga menelepon Arif Rachman dan memintanya membuat folder khusus terkait pelecehan Putri Candrawathi yang menjadi skenario Ferdy Sambo.
Agus Nurpatria yang waktu itu menjabat sebagai Kaden A Biropaminal memerintahkan kepada Irfan Widyanto atau terdakwa lainnya untuk menghitung jumlah CCTV.
Irfan Widyanto sebagai Kasubnit I Subdit III Dittipidum Irfan Widyanto berperan mengambil DVR CCTV di Kompleks Polri Duren Tiga tanpa izin dari ketua RT. Akibatnya terjadi gangguan sistem elektronik CCTV di Kompleks Polri Duren Tiga.
Baiquni Wibowo yang saat itu menjabat Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Div Propam Polri berperan melakukan transmisi atau pemindahan serta perusakan CCTV. Sebelumnya ia mendapatkan telepon dan arahan dari Chuck Putranto untuk melihat dan menyalin CCTV.
Chuck Putranto saat itu menjabat Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Div Propam Polri. Ia berperan sama dengan Baiquni yakni melakukan pemindahan dan perusakan CCTV. Ia menerima DVR dari Irfan Widyanto tanpa surat kuasa dan surat perintah penyitaan, sehingga dinilai melanggar pidana. Chuck juga melakukan pemindahan dan penyalinan CCTV.
Arif Rachman yang menjabat Wakaden B Biropaminal Div Propam Polri Arif Rachman berperan merusak CCTV dan mematahkan laptop yang di dalamnya terdapat CCTV terkait kejadian di Duren Tiga. (red.bs)
Social Header