Jakarta, reporter.com - Kepolisian bakal mematikan 191 ribu ponsel mayoritas iPhone yang menggunakan IMEI palsu. Hal ini merupakan tindak lanjut setelah polisi membongkar jaringan kasus mafia IMEI bodong akhir pekan lalu.
Dalam perkara ini, setidaknya ada 191.995 ponsel ilegal yang akan dimatikan dan 176.874 di antaranya adalah iPhone.
Kendati begitu, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi meminta kepolisian berhati-hati dalam pemblokiran Hp tersebut. Menurutnya pemblokiran harus dilakukan pada produk yang belum terjual ke konsumen.
"Saya lebih cenderung untuk pemerintah dan penegak hukum memilah-milah mana yang memang ponselnya itu belum dipakai [konsumen]," kata Heru saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (1/8).
Heru mengatakan seharusnya pemerintah ataupun pihak berwenang menjatuhkan sanksi kepada perusahaan yang secara resmi menggunakan oknum untuk mengakali registrasi IMEI.
"Jadi secara sanksi akan dibebankan kepada perusahaan-perusahaan yang secara resmi menggunakan jasa oknum-oknum tidak bertanggung jawab mendaftarkan IMEI tersebut," ujar dia.
"Dan tentunya juga oknum yang mendaftarkan IMEI secara ilegal tersebut harus dikenakan sanksi mengganti rugi biaya masuk sesuai biaya masuk yang sudah dihitung oleh APH karena kerugiannya kan bisa ratusan miliar," lanjut dia.
Heru menambahkan pemblokiran IMEI harus dilakukan hati-hati dan mengutamakan kepentingan konsumen. Menurutnya konsumen juga bisa menjadi korban dalam kasus ini, karena tidak mengetahui produk yang mereka beli dimasukkan ke tanah air dengan cara yang tidak sesuai aturan.
"Ponsel-ponsel yang sudah digunakan masyarakat, karena masyarakat bisa jadi mereka didaftarkan tapi mendaftar tidak resmi. Ini yang tentu jangan diblokir. Atau ada masyarakat yang sudah membeli tapi mereka tidak tahu kalau IMEI-nya tidak terdaftar, ini harus kita lindungi juga," tutur Heru.
Hal senada disampaikan Kepala Bagian Publikasi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Sujatno.. Menurutnya, kebijakan pemblokiran harus memprioritaskan perlindungan konsumen.
"Terkait pemblokiran IMEI ilegal, kebijakan ini harus memprioritaskan aspek perlindungan konsumen, buka semata mengedepankan kerugian negara karena ponsel dengan IMEI ilegal," kata Agus.
"Aspek perlindungan konsumen jauh lebih penting, maksudnya agar pemerintah juga melakukan upaya penegakan hukum dari sisi hulu, khususnya praktik impor ilegal yang masuk secara gelap ke Indonesia," imbuhnya.
Menurut Agus maraknya peredaran ponsel dengan IMEI ilehal adalah cerminan kegagalan pemerintah dalam upaya pencegahan ponsel IMEI ilegal untuk tak masuk ke Indonesia.
Kendati begitu, Agus juga menyadari literasi konsumen tanah air masih rendah. Pasalnya, banyak konsumen yang tidak mendapat informasi terkait risiko dari pembelian ponsel dengan IMEI ilegal.
"Sebelum dilakukan pemblokiran, pemerintah perlu menginfokan ke masyarakat konsumen, terutama apa benefit bagi konsumen dengan pemblokiran IMEI ilegal tersebut dan apa kerugian jika tidak diblokir," terangnya.
"Jangan sampai pemblokiran hanya melihat sisi potensi pendapatan yang hilang tapi mengabaikan aspek perlindungan konsumen," ujar Agus menambahkan.
Respons Menkominfo
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi buka suara terkait terbongkarnya kasus mafia IMEI ilegal akhir pekan lalu.
Budi mengaku pihaknya mendukung langkah kepolisian dalam menangani kasus yang diduga merugikan negara hingga Rp353 miliar itu. Menurut dia ini bagian dari upaya penerbitan registrasi IMEI.
"Saat ini, Kepolisian Republik Indonesia telah melakukan langkah hukum terkait pelanggaran yang terjadi dalam pendaftaran registrasi IMEI, Kemkominfo mendukung langkah yang diambil aparat hukum dalam rangka menertibkan registrasi IMEI di Indonesia sesuai pembagian tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang ada," kata Budi.
Menurutnya pengaturan registrasi IMEI diinisiasi oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam rangka melindungi industri perangkat HKT (Handphone, Komputer genggam, dan Tablet) dalam negeri yang terdisrupsi akibat maraknya impor perangkat HKT illegal.
Dikarenakan pengaturan IMEI membutuhkan dukungan dari operator seluler, maka Kemenperin meminta Kominfo sebagai regulator telekomunikasi untuk ikut serta pengaturan pendaftaran IMEI ini.
Dalam proses selanjutnya, pengaturan IMEI melibatkan berbagai kementerian/lembaga terkait dengan peredaran perangkat telekomunikasi, yaitu: Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan, serta didukung oleh Asosisasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) dan Asosiasi Perangkat Seluler Indonesia.
Registrasi IMEI diberlakukan di Indonesia sejak September 2020 dan bertujuan untuk melindungi produksi perangkat HKT dalam negeri dari perangkat HKT luar negeri yang masuk secara illegal yang menyebabkan terjadinya disparitas harga yang signifikan sehingga HKT dalam negeri kalah bersaing di pasar.
Ia menambahkan sistem registrasi IMEI juga bertujuan untuk mencegah masuknya perangkat HKT secara illegal sehingga dapat merugikan negara karena kehilangan pendapatan dari bea masuk.
Budi mengatakan registrasi IMEI di Indonesia menggunakan Sistem Central Equipment Identity Register (CEIR) yangpada awalnya disediakan oleh ATSI dalam rangka membantu pemerintah untuk menjalankan regulasi IMEI.
Kemudian, pada akhir tahun 2021 sistem CEIR ini diserahkan oleh ATSI ke Kementerian Perindustrian selaku pengelola CEIR berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo No.1 Tahun 2020 Tentang Pengendalian Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang tersambung ke jaringan bergerak seluler melalui identifikasi IMEI.
"Sejak itu sistem CEIR selanjutnya dikelola oleh Kementerian Perindustrian," tandasnya.
(Red*Efr)
Social Header