Badung, reporter.web.id - Layanan fast track atau jalur cepat di Terminal Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, menjadi celah pungutan liar (pungli) petugas imigrasi. Padahal, jalur itu digunakan untuk mempermudah keimigrasian bagi orang lanjut usia (lansia), ibu hamil, anak, dan pekerja migran Indonesia (PMI). Tak dipungut biaya sepeser pun.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali sudah menetapkan Kepala Seksi Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai sebagai tersangka pungli di fast track Terminal Internasional Bandara Ngurah Rai. Pejabat Imigrasi tersebut bernama Hariyo Seto (HS). Dia merupakan salah satu dari lima orang petugas imigrasi yang ditangkap. Sementara, empat orang lainnya belum ditetapkan statusnya."Saudara HS, Kepala Seksi Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai ditetapkan sebagai tersangka," kata Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Bali Deddy Koerniawan dalam siaran pers, Rabu malam (15/11/2023).
Terima Hadiah atau Janji
HS ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat nomor 1421/N.1.5/Fd.2/11/2023 tanggal 15 November. Ia ditetapkan sebagai tersangka atas perannya dalam tindak pidana sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," ungkap Deddy.
Hariyo Seto disangka telah melanggar UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hariyo langsung ditahan di Rutan Kerobokan selama 20 hari ke depan dalam rangka penyidikan. Masa penahanannya bisa saja diperpanjang.
Kejati Sita Rp 100 Juta
Kejati Bali menyita uang Rp 100 juta dari dugaan pungli pelayanan fast track di Bandara Ngurah Rai, Bali. Uang Rp 100 juta itu diduga hasil dari tindak pidana yang dilakukan petugas imigrasi.
"Sudah berhasil diamankan uang kurang lebih Rp 100 juta yang diduga merupakan keuntungan yang tidak sah yang diperoleh dari praktik tersebut," kata Deddy.
WNA 'Dipalak' Rp 100 Ribu Sampai Rp 250 Ribu
Para petugas imigrasi memungut biaya terhadap warga negara asing yang menggunakan fasilitas fast track antara Rp 100 sampai Rp 250 ribu per orang. Temuan itu didapatkan setelah pihaknya melakukan pengecekan ke lapangan.
Deddy mengungkapkan pihaknya melakukan pengecekan ke lapangan pada Selasa (14/11/2023). Pengecekan dilakukan setelah Kejati Bali mendapatkan informasi dari masyarakat.
"Makanya kami turun, kami cek ke lapangan, kami peroleh fakta itu terjadinya penyalahgunaan fast track," ungkapnya.
Berdasarkan penyelidikan tim Pidsus Kejati Bali, petugas imigrasi mendapatkan nilai pungutan kurang lebih mencapai Rp 100 sampai Rp 200 juta per bulan. Namun, Deddy belum bisa mengungkap sejak kapan tindak pidana itu dilakukan.
"Jadi memang di tengah upaya pemerintah mendorong iklim investasi di tanah air praktik yang terjadi di bandara internasional (I Gusti Ngurah Rai) sebagai etalase tanah air tentu dirasakan dapat merusak citra indonesia dan sistem pelayanan publik berdasarkan prinsip kelakuan dan kesempatan yang adil," ujar Deddy.
Lima Petugas Imigrasi Ditangkap
Sebelumnya, Kejati Bali menangkap lima petugas imigrasi di Bandara Ngurah Rai. Mereka diduga melakukan pungli di layanan fast track bandara.
Aspidsus Kejati Bali Deddy Koerniawan mengatakan kelima petugas imigrasi ditangkap untuk diperiksa. "Penyalahgunaan fast track, yang seharusnya nggak membayar jadi membayar," kata Deddy di Kejati Bali, Rabu.
Deddy menjelaskan fast track merupakan pelayanan prioritas keimigrasian di Bandara Ngurah Rai. Jalur itu digunakan untuk mempermudah keimigrasian bagi orang lanjut usia (lansia), ibu hamil, anak, dan pekerja migran Indonesia (PMI).
"Pelayanan fast track tidak dipungut biaya karena untuk memberikan pelayanan prima bagi pelanggan, dalam praktiknya disalahgunakan," ungkap Deddy.
Deddy membantah jika Kejati disebut melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap lima petugas imigrasi tersebut. Musababnya, Kejati mendapatkan dugaan penyalahgunaan jalur cepat itu dari informasi masyarakat.
"Jadi ini bermula dari adanya pengaduan masyarakat," jelas Deddy. Kejati sejauh ini juga belum menetapkan status tersangka pada lima petugas yang ditangkap tersebut.
Tanggapan Kanwil Kemekumham
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Bali segera menindaklanjuti kasus yang menjerat anggota mereka itu.
"Jadi kami akan tindaklanjuti informasi tersebut," kata Kepala Kanwil Kemenkumham Bali Romi Yudianto saat ditemui wartawan di kantornya, Rabu.
Romi mengaku belum mendapatkan informasi yang detail mengenai dugaan pungli petugas imigrasi terhadap layanan fast track di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Romi mengaku masih mengumpulkan informasi mengenai masalah tersebut.
"Jadi kami lagi mengumpulkan informasi terkait pemberitahuan tersebut. Jadi teman-teman tolong harap sabar, nanti kami akan menjelaskan apa yang terjadi," ujar mantan Kakanwil Kemenkumham Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut.
Layanan Fast Track untuk Urai Antrean
Romi mengungkapkan bahwa layanan fast track sejatinya untuk mempermudah pelayanan keimigrasian. Layanan itu dicetuskan karena melihat antrean imigrasi di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai begitu panjang.
"Jadi untuk memecahkan antrean imigrasi, jadi dibuatlah kebijakan agar antrean tidak panjang. Pelayanan keimigrasian itu harus mempermudah, bukan mempersulit," jelas Romi.(red.al)
Terima Hadiah atau Janji
HS ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat nomor 1421/N.1.5/Fd.2/11/2023 tanggal 15 November. Ia ditetapkan sebagai tersangka atas perannya dalam tindak pidana sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," ungkap Deddy.
Hariyo Seto disangka telah melanggar UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hariyo langsung ditahan di Rutan Kerobokan selama 20 hari ke depan dalam rangka penyidikan. Masa penahanannya bisa saja diperpanjang.
Kejati Sita Rp 100 Juta
Kejati Bali menyita uang Rp 100 juta dari dugaan pungli pelayanan fast track di Bandara Ngurah Rai, Bali. Uang Rp 100 juta itu diduga hasil dari tindak pidana yang dilakukan petugas imigrasi.
"Sudah berhasil diamankan uang kurang lebih Rp 100 juta yang diduga merupakan keuntungan yang tidak sah yang diperoleh dari praktik tersebut," kata Deddy.
WNA 'Dipalak' Rp 100 Ribu Sampai Rp 250 Ribu
Para petugas imigrasi memungut biaya terhadap warga negara asing yang menggunakan fasilitas fast track antara Rp 100 sampai Rp 250 ribu per orang. Temuan itu didapatkan setelah pihaknya melakukan pengecekan ke lapangan.
Deddy mengungkapkan pihaknya melakukan pengecekan ke lapangan pada Selasa (14/11/2023). Pengecekan dilakukan setelah Kejati Bali mendapatkan informasi dari masyarakat.
"Makanya kami turun, kami cek ke lapangan, kami peroleh fakta itu terjadinya penyalahgunaan fast track," ungkapnya.
Berdasarkan penyelidikan tim Pidsus Kejati Bali, petugas imigrasi mendapatkan nilai pungutan kurang lebih mencapai Rp 100 sampai Rp 200 juta per bulan. Namun, Deddy belum bisa mengungkap sejak kapan tindak pidana itu dilakukan.
"Jadi memang di tengah upaya pemerintah mendorong iklim investasi di tanah air praktik yang terjadi di bandara internasional (I Gusti Ngurah Rai) sebagai etalase tanah air tentu dirasakan dapat merusak citra indonesia dan sistem pelayanan publik berdasarkan prinsip kelakuan dan kesempatan yang adil," ujar Deddy.
Lima Petugas Imigrasi Ditangkap
Sebelumnya, Kejati Bali menangkap lima petugas imigrasi di Bandara Ngurah Rai. Mereka diduga melakukan pungli di layanan fast track bandara.
Aspidsus Kejati Bali Deddy Koerniawan mengatakan kelima petugas imigrasi ditangkap untuk diperiksa. "Penyalahgunaan fast track, yang seharusnya nggak membayar jadi membayar," kata Deddy di Kejati Bali, Rabu.
Deddy menjelaskan fast track merupakan pelayanan prioritas keimigrasian di Bandara Ngurah Rai. Jalur itu digunakan untuk mempermudah keimigrasian bagi orang lanjut usia (lansia), ibu hamil, anak, dan pekerja migran Indonesia (PMI).
"Pelayanan fast track tidak dipungut biaya karena untuk memberikan pelayanan prima bagi pelanggan, dalam praktiknya disalahgunakan," ungkap Deddy.
Deddy membantah jika Kejati disebut melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap lima petugas imigrasi tersebut. Musababnya, Kejati mendapatkan dugaan penyalahgunaan jalur cepat itu dari informasi masyarakat.
"Jadi ini bermula dari adanya pengaduan masyarakat," jelas Deddy. Kejati sejauh ini juga belum menetapkan status tersangka pada lima petugas yang ditangkap tersebut.
Tanggapan Kanwil Kemekumham
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Bali segera menindaklanjuti kasus yang menjerat anggota mereka itu.
"Jadi kami akan tindaklanjuti informasi tersebut," kata Kepala Kanwil Kemenkumham Bali Romi Yudianto saat ditemui wartawan di kantornya, Rabu.
Romi mengaku belum mendapatkan informasi yang detail mengenai dugaan pungli petugas imigrasi terhadap layanan fast track di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Romi mengaku masih mengumpulkan informasi mengenai masalah tersebut.
"Jadi kami lagi mengumpulkan informasi terkait pemberitahuan tersebut. Jadi teman-teman tolong harap sabar, nanti kami akan menjelaskan apa yang terjadi," ujar mantan Kakanwil Kemenkumham Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut.
Layanan Fast Track untuk Urai Antrean
Romi mengungkapkan bahwa layanan fast track sejatinya untuk mempermudah pelayanan keimigrasian. Layanan itu dicetuskan karena melihat antrean imigrasi di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai begitu panjang.
"Jadi untuk memecahkan antrean imigrasi, jadi dibuatlah kebijakan agar antrean tidak panjang. Pelayanan keimigrasian itu harus mempermudah, bukan mempersulit," jelas Romi.(red.al)
Social Header